Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Analisis Usahatani Manggis

Analisa-usaha-manggis

Barmoel - Tanaman manggis yang berasal dari pembiakan vegetatif (sambung pucuk) mulai berbuah pada umur 5 – 6 tahun, sedangkan tanaman manggis yang berasal dari pembiakan generatif (berasal dari biji) mulai berbuah pada umur 10 – 15 tahun. Kesemuanya tergantung pada kesuburan tanah, kondisi iklim dan teknik budaya.

Pada daerah penelitian di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, tanaman manggis pada umumnya ditanam dengan cara vegetatif dan usaha taninya dilakukan secara sederhana dan tradisional serta penggunaan saprodi belum intensif hanya seperlunya saja. Perawatan manggis tergantung pada musim, jika musim kemarau produksi manggis akan meningkat, begitu sebaliknya pada musim penghujan produksi manggis menurun.

Perawatan terhadap hama penyakit belum intensif diperhatikan. Di Purwakarta musim berbunga tanaman manggis terjadi pada bulan September dan panen pada bulan November – April. Jika musim kemarau dan musim hujan berubah, maka musim berbunga dan musim panen tanaman manggis juga berubah. Perubahan cuaca yang ekstrim dapat menggagalkan panen atau menyebabkan sekali panen dalam dua tahun.

Pada tanaman baru dengan umur sekitar 5 -6 tahun hasil panen buah manggis masih sedikit, tetapi produksi buah ini akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanaman manggis, dan produksi buah akan stabil setelah tanaman berumur 15 tahun. Analisis usahatani manggis dicantumkan pada Lampiran Tabel 1. Prakiraan biaya produksi manggis untuk tahun pertama sebesar Rp 6,1 juta per ha, dimana pada tahun pertama selain biaya untuk tenaga kerja dan saprodi, petani juga harus mengalokasikan biaya untuk pembelian benih.

Pada tahun 2 sampai dengan tahun ke 8 taksiran biaya produksi per ha rata-rata Rp 5,1 juta. Tahun 9 hingga tahun ke 25 taksiran biaya produksi uhatani manggis rata-rata Rp 6,8 juta per ha. Meningkatnya biaya produksi yang dikeluarkan diakibatkan oleh penggunaan saprodi sejalan dengan perkembangan produksi khususnya penggunaan terhadap pupuk kandang semakin meningkat yang bervariasi setiap tahunnya, pada tahun ke 6 prakiraan produksi mencapai 1,2 ton dengan prakiraan keuntungan yang dicapai Rp 1,5 juta per ha, selanjutnya pada tahun ke 7 sampai dengan tahun ke 10 prakiraan produksi rata-rata mencapai 3,8 ton per ha dan prakiraan keuntungan yang diperoleh rata-rata Rp 16,3 juta per ha.

Tahun ke 11 hingga tahun tahun ke 14 prakiraan produksi manggis meningkat lebih dari 5 ton per ha yaitu rata-rata, 7,7 ton per ha dengan prakiraan keuntungan Rp 40 juta per ha. Prakiraan produksi manggis pada tahun ke 15 hingga ke 23 mencapai lebih dari 10 ton per ha, dan mengalami penurunan pada tahun ke 24 hingga 25. Prakiraan produksi tertinggi terjadi pada tahun ke 18 yaitu 12,6 ton per ha, dengan keuntungan yang dapat dicapai Rp 68,5 juta dilihat Lampiran Tabel 1. Keuntungan yang dapat dihasilkan dari usahatani manggis ini menunjukkan bahwa manggis sesungguhnya merupakan komoditas potensial yang menguntungkan dan kompetitif dibandingkan komoditas pertanian lainnya.

Namun permasalahan utama yang dihadapi komoditas manggis terletak pada penangan panen dan pascapanen. Selama ini manggis oleh petani belum dijadikan sebagai tanaman utama, tetapi hanya sebagai tanaman sampingan dan warisan dari nenek moyang, sehingga penanganan manggis masih bersifat “alakadarnya saja”, hingga mutu buah yang dihasilkan masih rendah, padahal manggis telah ditetapkan sebagai buah primadona Indonesia yang unik.

Untuk menghasilkan manggis bermutu baik dan memiliki pasar internasional diperlukan penanganan prapanen dan pascapanen yang maksimal ditingkat petani. Untuk itu pemerintah juga diminta untuk mengawasi penerapan good farming practices dan menggalakkan promosi potensi komoditas manggis agar manggis benar-benar menjadi komoditas primadona Indonesia.

Sampai saat ini, produksi buah manggis yang dipasarkan masih dalam bentuk segar. Dalam skala usaha kecil rumah tangga memang telah ada sirup minuman dari buah manggis dan dodol manggis. Akan tetapi produksi produk olahan ini masih sangat terbatas, dan ketersediaan buah manggis segar juga terbatas dan belum terjamin, dan permintaan terhadapnya masih kecil, berhubung rasa sirup belum sesuai dengan selera konsumen. (*)

Sumber: Jurnal DAYA SAING KOMODITAS PROMOSI EKSPOR MANGGIS, SISTEM PEMASARAN DAN KEMANTAPANNYA DI DALAM NEGERI (Studi Kasus di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat). Disusun Tahun 2011, oleh Chairul Muslim dan Tjetjep Nurasa dari Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian